Realisasi Syahadatain
Kesaksian Tauhidullah: Menjadikan Allah sebagai Tujuan Hidup
Seorang mukmin yang mengikrarkan kesaksian tauhidullah secara tulus akan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan hidupnya, Islam sebagai pedoman kehidupannya, dan Rasulullah ﷺ sebagai teladan dalam menjalani setiap aspek kehidupan. Pola hidup ini membentuk hati yang murni dan akal yang cerdas. Hati yang bersih tercermin dari rasa harap akan rahmat Allah, ketakutan terhadap azab-Nya, serta cinta yang mendalam kepada-Nya. Ketiganya adalah wujud aqidah yang kokoh yang memengaruhi ketulusan niat seorang mukmin. Tidak hanya itu, syahadat juga memperkuat kecerdasan akal untuk merenungi Al-Qur’an, mengamati fenomena alam, dan menyadari hakikat kematian. Kombinasi antara niat yang tulus dan pemahaman yang benar inilah yang menjadi landasan dalam melaksanakan aktivitas seperti dakwah, jihad, tarbiyah, dan harakah.
1. Hati yang Bersih
Hati yang sehat adalah hati yang terbebas dari penyakit batin seperti kesombongan, iri hati, riya’, maupun ujub. Kebersihan hati ini hanya bisa diraih apabila seseorang memiliki orientasi hidup yang benar, yaitu mengarahkan seluruh hidupnya kepada Allah SWT. Ciri-ciri hati yang bersih meliputi:
a. Mengharap Rahmat Allah (Raja’)
Seorang mukmin selalu berharap rahmat dari Allah sebagai motivasi untuk melakukan amal yang positif tanpa mengharapkan balasan dari manusia. Ia menyadari bahwa rahmat Allah jauh lebih berharga daripada kekayaan dunia, sehingga hidupnya tidak dihabiskan hanya untuk mengejar materi.
b. Takut akan Hukuman Allah (Khauf)
Ketakutan terhadap siksa Allah mendorong seorang mukmin untuk menjauhi segala perbuatan yang dilarang, termasuk perkara syubhat yang masih samar hukumnya. Ia memahami bahwa penderitaan dunia, seberat apa pun, tidak ada bandingannya dengan azab akhirat yang kekal.
c. Perpaduan Harap dan Takut
Ketika rasa harap dan takut ini bertemu, seorang mukmin akan semakin mencintai Allah. Cinta ini merupakan wujud aqidah yang benar dan menjadi dasar bagi keikhlasan niatnya dalam beribadah.
2. Akal yang Cerdas
Dalam Islam, kecerdasan akal diukur dari kemampuannya menjalankan fungsi-fungsi berikut:
a. Mentadabburi Ayat-Ayat Qauliyah
Akal digunakan untuk merenungi ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi petunjuk hidup. Pemahaman yang benar atas ayat-ayat ini harus didasarkan pada sunnah Rasulullah ﷺ agar sesuai dengan maksud syariat.
b. Mentafakkuri Ayat-Ayat Kauniyah
Fenomena alam yang tersebar di seluruh jagad raya adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang dapat membantu memperkuat pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Interaksi antara keduanya akan membuat seorang mukmin semakin yakin terhadap kebenaran Islam, memperjelas argumentasi keimanan, dan memperkokoh aqidah.
c. Mengingat Kematian (Dzikrul Maut)
Renungan terhadap Al-Qur’an dan alam semesta akan mengingatkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Kesadaran akan kematian ini memotivasi seorang mukmin untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat yang abadi.
Kesimpulan: Perpaduan Niat dan Konsep yang Benar
Gabungan antara hati yang bersih, akal yang cerdas, dan pemikiran Islami yang benar akan menghasilkan konsep hidup yang solid. Dalam setiap aktivitas seperti dakwah, jihad, harakah, dan tarbiyah, niat ikhlas kepada Allah harus selalu bersanding dengan konsep yang benar. Niat yang murni saja tidak cukup jika konsepnya salah, dan sebaliknya, konsep yang benar tidak akan berarti jika tidak didasari niat yang ikhlas. Kombinasi keduanya adalah kunci menuju kesuksesan hidup dunia dan akhirat.