Islam dan Sunnatullah

Islam dan Sunnatullah

Makna Al-Islam dalam Perspektif Takdir Kauni dan Syar’i

Al-Islam berasal dari akar kata “salima,” yang terdiri dari huruf siin, laam, dan miim. Kata ini memiliki makna dasar yang berkaitan dengan keselamatan dan kedamaian. Allah SWT, sebagai pencipta alam semesta, telah menetapkan berbagai takdir bagi seluruh makhluk-Nya. Takdir tersebut terbagi menjadi dua jenis: takdir kauni dan takdir syar’i. Keduanya memiliki peranan penting dalam menentukan perjalanan hidup setiap makhluk di dunia ini.

Takdir Kauni dan Takdir Syar’i

Takdir kauni, atau yang sering disebut sebagai sunnatullah fil kaun, merujuk pada hukum alam yang berlaku bagi seluruh makhluk tanpa terkecuali. Hukum ini bersifat umum dan tidak dapat dihindari. Semua yang ada di langit dan di bumi tunduk pada ketentuan-Nya, baik dengan suka rela maupun terpaksa. Ketentuan ini menunjukkan bagaimana segala sesuatu di alam semesta berjalan dengan ketetapan Allah SWT.

Sementara itu, takdir syar’i mengacu pada hukum-hukum yang diturunkan Allah melalui wahyu dan rasul-Nya untuk umat manusia. Takdir ini berbeda dari takdir kauni, karena memberikan pilihan bagi manusia dan jin untuk memilih tindakan mereka. Namun, setiap pilihan tersebut pasti memiliki konsekuensi, yaitu balasan sesuai dengan apa yang telah dipilih. Mereka yang menerima ketentuan ini disebut sebagai muslim, yang berarti tunduk dan patuh kepada Allah, sebagaimana alam semesta patuh pada takdir kauni. Sebaliknya, mereka yang menolaknya disebut kafir, karena menutupi nikmat Allah dengan kesombongan dan pembangkangan.

Kewajiban Tunduk kepada Sunnatullah

Baik takdir syar’i maupun kauni, keduanya diterapkan untuk menciptakan keselarasan dan keharmonisan dalam kehidupan makhluk. Ketentuan-ketentuan ini membantu makhluk hidup menjalani kehidupan sesuai dengan garis takdir yang sudah ditentukan, agar tidak melampaui batas-batas yang ada. Sebagai bagian dari alam semesta, manusia seharusnya mencontoh ketundukan alam yang patuh pada sunnatullah dengan berserah diri kepada takdir-Nya.

Namun, meskipun manusia adalah bagian dari alam semesta, mereka memiliki akal dan nafsu yang membedakan mereka dari makhluk lain. Sifat manusia yang istimewa terkadang menyebabkan mereka merasa sombong dan tidak selalu taat kepada sunnatullah. Karena itu, Allah SWT menetapkan aturan tambahan bagi manusia, yang berbeda dengan ketentuan untuk alam semesta. Aturan-aturan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan hidup manusia dengan alam semesta.

Sunnatullah dalam Alam Semesta

Ketentuan Allah terhadap alam semesta bersifat mutlak, tetap, dan terus-menerus. Mutlak berarti berlaku bagi seluruh makhluk tanpa terkecuali dan tidak dapat ditolak. Ketentuan ini tetap, karena hanya akan berubah jika Allah menghendaki, seperti yang terjadi pada mukjizat dan karamah. Ketentuan ini juga terus-menerus berlaku selama ada sebab-akibat yang mendasarinya. Pelanggaran terhadap sunnatullah ini bisa mengakibatkan akibat yang fatal, baik yang dirasakan langsung maupun tidak, pada saat ini maupun di masa depan.

Sunnatullah pada Manusia

Manusia, selain mendapat hidayah dari Allah, juga diberi nafsu yang dapat berkehendak dan akal yang dapat memilih. Dalam hal ini, ketentuan syar’i berfungsi untuk membimbing nafsu agar tidak menyesatkan manusia, serta menjaga agar tidak terjadi kerusakan pada alam semesta. Oleh karena itu, manusia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu muslim dan kafir, berdasarkan sikap mereka terhadap ketentuan ini. Ketaatan atau pelanggaran terhadap sunnatullah akan mendatangkan konsekuensi hukum, baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan memahami dan menerima takdir Allah, baik kauni maupun syar’i, setiap individu akan dapat hidup selaras dengan ketentuan-Nya, meraih kedamaian sejati dalam hidup, dan mendapatkan balasan sesuai dengan pilihan yang telah diambil.

 

Artikel Lain