Desain Blog (4)

Sifat Manusia

SIFAT MANUSIA

Sifat manusia sangat bergantung pada seberapa besar usaha dan efektivitasnya dalam melakukan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs). Mengapa demikian? Karena manusia diciptakan dengan membawa dua kecenderungan yang berlawanan, yaitu potensi untuk berbuat dosa (fujur) dan potensi untuk bertakwa (takwa). Allah telah menanamkan kedua potensi ini dalam setiap jiwa manusia.

TAZKIYATUN NAFS
Orang yang beruntung adalah mereka yang selalu berusaha menyucikan jiwanya. Proses penyucian ini mencakup pembelajaran, pelatihan, dan pembinaan diri (tarbiyah). Dengan melakukan tazkiyatun nafs, seseorang akan memiliki karakter sebagai hamba Allah yang penyayang (‘ibadurrahman), sehingga Allah pun mencintainya. Beberapa sifat yang melekat pada mereka antara lain:

  • Syakur (selalu bersyukur)
  • Shabur (penuh kesabaran)
  • Ra’uf (lembut dan penyantun)
  • Rahim (penuh kasih sayang)
  • Halim (bijaksana dan tenang)
  • Tawwab (gemar bertobat)
  • Awwab (penuh kelembutan)
  • Shaduq (sangat jujur)
  • Amin (terpercaya dan amanah)

Seseorang yang selalu bersyukur akan terdorong untuk menjaga dan mengembangkan potensi baik dalam dirinya. Ia akan memelihara, menyuburkan, dan melindungi jiwanya dari berbagai pengaruh buruk. Dengan demikian, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang sukses di dunia maupun akhirat.

“Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.” (HR Muslim)

TADSIYATUN NAFS
Sebaliknya, jiwa yang tidak disucikan akan semakin kotor dan berkarat. Jika dibiarkan tanpa upaya perbaikan, sifat-sifat buruk akan muncul dan menjadikannya pribadi yang merugi. Beberapa sifat negatif yang sering muncul akibat jiwa yang dibiarkan tanpa penyucian adalah:

  • ‘Ajulan (tergesa-gesa)
  • Halu’an (gemar mengeluh)
  • Ghafilan (lalai dan abai)
  • Thaghiyan (suka melampaui batas)
  • Qaturan (pelit dan kikir)
  • Kafuran (suka mengingkari nikmat)
  • Aktsara jadalan (suka berdebat tanpa manfaat)
  • Kanudan (gemar membantah)
  • Zhaluman (sangat zalim)
  • Jahulan (sangat bodoh)

Sayangnya, kesadaran untuk melakukan tazkiyatun nafs sering kali pudar akibat berbagai tantangan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitar. Tantangan internal yang dihadapi adalah hawa nafsu yang cenderung pragmatis, lebih menyukai kesenangan yang instan meskipun bersifat sementara, dibandingkan dengan kebahagiaan sejati yang lebih kekal.

Kerugian terbesar bagi manusia adalah ketika mereka lebih memilih kesenangan sesaat dengan mengorbankan kenikmatan abadi. Mereka yang demikian adalah orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat-sifat buruk ini.

“Orang yang lemah adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan terhadap Allah tanpa beramal.” (HR Muslim)

 

Artikel Lain