Cara Mengenal Allah
Mengenal Ma’rifatullah: Jalan Menuju Pengenalan Allah
Jika manfaat dari ma’rifatullah diketahui, tentu semua orang akan berusaha lebih mendalam untuk mengenal Allah. Bagi orang-orang beriman, semangat untuk meningkatkan ma’rifahnya akan semakin menyala. Namun, karena Allah bersifat ghaib dan tidak terjangkau oleh indera kita, usaha mengenal-Nya tidak bisa hanya mengandalkan pengamatan indera. Karena keghaiban, kesempurnaan, dan keagungan-Nya, kita hanya bisa mengenali melalui ayat-ayat-Nya. Ayat-ayat Allah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu ayatul qauliyah (firman-Nya dalam kitab suci) dan ayatul kauniyah (tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta).
Metode Islam dalam Mengenal Allah
Islam menggabungkan ayatul qauliyah dan ayatul kauniyah untuk mengenal Allah. Hal ini karena tidak ada yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali Allah. Bahkan tentang dirinya sendiri, manusia tidak dapat mengenali hal-hal ghaib dengan baik. Kesadaran akan keterbatasan ini membawa seseorang untuk merujuk pada dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dalam mengenali Allah.
Dalil-dalil naqli memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat tentang hal-hal yang hanya diketahui oleh Yang Mahaghaib, sementara dalil-dalil aqli digunakan untuk memperkuat penemuan dan pemahaman. Dalil-dalil naqli membimbing kita bagaimana menggunakan akal dengan baik, efisien, dan efektif sehingga tidak menyia-nyiakan waktu dan energi untuk hal-hal yang tak terjangkau oleh akal. Rasulullah saw. bersabda:
“Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah karena akal kalian tidak akan dapat menjangkau-Nya.”
Sinergi harmonis antara ayat naqli dan aqli membawa seorang muslim untuk mempercayai dan memantapkan keimanan kepada Allah.
Apabila dampak positif ma’rifatullah diketahui, pastilah orang-orang akan berlomba-lomba mengenal Allah lebih jauh. Demikian pula bagi orang-orang beriman, semangatnya untuk meningkatkan ma’rifah akan semakin menyalan. Akan tetapi karena Allah itu bersifat ghaib dan tidak terjangkau oleh indera kita, upaya untuk lebih jauh mengenal-Nya tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan pengamatan inderawi. Karena keghaiban, kesempurnan, dan keagungan-Nya itulah, kita hanya dapat mengenali melalui ayat-ayat-Nya. Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu ayatul qauliyah (ucapan) berupa firman-firman-Nya dalam kitab suci yang diwahyukan kepada para nabi dan rasul, serta ayatul kauniyah (kealaman) berupa tanda-tanda kekuasaan-Nya yang tersebut di alam semesta. Metode Islam Islam memadukan ayatul qauliyah dan ayatul kauniyah dalam mengenali Allah. Demikian itu karena tidak ada yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali Allah. Jangankan tentang Allah, hal-hal ghaib yang ada pada dirinya saja manusia tidak dapat mengenali dengan baik. Kerendahan hati mengakui keterbatasannya itulah yang mengantarkan seseorang untuk berislam sehingga ia merujuk kepada dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dalam mengenali Allah. Iklan Dalil-dalil naqli memberikan informasi lebih lengkap dan akurat tentang hal-hal yang hanya diketahui oleh Yang Mahaghaib, sedang dalil-dalil aqli digunakan untuk memperkuat penemuan dan pemahaman. Dalil-dalil naqli memberikan bimbingan kepadanya bagaimana mempergunakan kemampuan akal secara baik, efisien, dan efektif sehingga tidak menghabiskas waktu dan energi untuk hal-hal yang tak terjangkau oleh akal. Rasulullah saw. bersabda, “Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah karena akal akal kalian tidak akan dapat menjangkau-Nya.” Sinergi harmonis ayat naqli dan ayat aqli mengantarkan seorang muslim untuk membenarkan dan mempercayai Allah serta memantapkan keimanan kepada-Nya. Metode Jahiliyah Berbeda dengan metode Islam, metode jahiliyah berangkat dari zhon atau prasangka yang seringkali berujung pada nafsu (kepentingan). Metode jahiliyah mensikapi ayat-ayat qauliyah dengan kesimpulan yang sesat, mereka beranggapan bahwa ayat-ayat qauliyah hanya akan akan membelenggu kebebasan berpikirnya. Namun perlu dipertanyakan sekali lagi, benarkah mereka memberikan kebebasan penuh kepada akal ataukah justru sebenarnya mereka membelenggunya dengan nafsu dan kepentingan, sebab sebenarnya tidak ada kontradiksi antara akal dan naql. Kepentingan apa yang mendorong mereka untuk memberikan kebebasan mutlak kepada akal? Di sinilah kaum rasionalis tersesat. Mereka enggan mempertuhankan sesembahan yang menurut anggapannya hanya membelenggu kebebasan akal. Namun pada waktu bersamaan, mereka telah terperosok mempertuhankan akal itu sendiri, disadari atau tidak disadari. Sebagian mereka bangga disebut telah mempertuhankan (mendewakan) akal, sebagian yang lain tidak tidak rela dikatakan telah mempertuhankan akal –sementara ia tidak menerima dalil naqli yang tidak dapat dicerna akalnya, kepentingan apa lagi yang menghalanginya untuk menerima dalil naqli tersebut. Metode jahiliyah yang berangkat dari prasangka dan kepentingan nafsu ini hanya akan menimbulkan keraguan dan kebimbangan. Semakin jauh ia menyelami, semakin besar keraguan yang didapat. Akhirnya, ia kufur kepada Allah dan menolak aturan-Nya.
Mengenal Ma’rifatullah: Jalan Menuju Pengenalan Allah
Jika manfaat dari ma’rifatullah diketahui, tentu semua orang akan berusaha lebih mendalam untuk mengenal Allah. Bagi orang-orang beriman, semangat untuk meningkatkan ma’rifahnya akan semakin menyala. Namun, karena Allah bersifat ghaib dan tidak terjangkau oleh indera kita, usaha mengenal-Nya tidak bisa hanya mengandalkan pengamatan indera. Karena keghaiban, kesempurnaan, dan keagungan-Nya, kita hanya bisa mengenali melalui ayat-ayat-Nya. Ayat-ayat Allah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu ayatul qauliyah (firman-Nya dalam kitab suci) dan ayatul kauniyah (tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta).
Metode Islam dalam Mengenal Allah
Islam menggabungkan ayatul qauliyah dan ayatul kauniyah untuk mengenal Allah. Hal ini karena tidak ada yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali Allah. Bahkan tentang dirinya sendiri, manusia tidak dapat mengenali hal-hal ghaib dengan baik. Kesadaran akan keterbatasan ini membawa seseorang untuk merujuk pada dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dalam mengenali Allah.
Dalil-dalil naqli memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat tentang hal-hal yang hanya diketahui oleh Yang Mahaghaib, sementara dalil-dalil aqli digunakan untuk memperkuat penemuan dan pemahaman. Dalil-dalil naqli membimbing kita bagaimana menggunakan akal dengan baik, efisien, dan efektif sehingga tidak menyia-nyiakan waktu dan energi untuk hal-hal yang tak terjangkau oleh akal. Rasulullah saw. bersabda:
“Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah karena akal kalian tidak akan dapat menjangkau-Nya.”
Sinergi harmonis antara ayat naqli dan aqli membawa seorang muslim untuk mempercayai dan memantapkan keimanan kepada Allah.
Metode Jahiliyah dalam Mengenal Allah
Berbeda dengan metode Islam, metode jahiliyah didasarkan pada zhon atau prasangka yang sering kali berakhir pada nafsu dan kepentingan. Metode jahiliyah memandang ayat-ayat qauliyah dengan kesimpulan yang sesat, menganggapnya membelenggu kebebasan berpikir. Namun, perlu dipertanyakan lagi, apakah benar mereka memberikan kebebasan penuh kepada akal ataukah sebenarnya mereka membelenggunya dengan nafsu dan kepentingan, karena sebenarnya tidak ada kontradiksi antara akal dan naql. Kepentingan apa yang mendorong mereka memberikan kebebasan mutlak kepada akal? Di sinilah kaum rasionalis tersesat. Mereka enggan mempertuhankan sesuatu yang menurut mereka hanya membelenggu kebebasan akal. Namun, pada saat yang sama, mereka telah terperosok mempertuhankan akal itu sendiri, disadari atau tidak. Sebagian dari mereka bangga disebut telah mempertuhankan akal, sementara sebagian lainnya tidak rela dikatakan telah mempertuhankan akal, tetapi tidak menerima dalil naqli yang tidak dapat dicerna akalnya. Metode jahiliyah ini hanya akan menimbulkan keraguan dan kebimbangan. Semakin jauh menyelami, semakin besar keraguan yang didapat. Akhirnya, mereka kufur kepada Allah dan menolak aturan-Nya.